Film dokumenter tentang lumpur di Sidoarjo berjudul “Mud Max: Dokumenter Investigatif – Bencana Luapan Lumpur Sidoarjo” diputar perdana di Museum Seni Kontemporer Sydney, Australia, 13 Februari 2010. Sebelum di Sydney, “Mud Max”, yang diproduksi selama dua setengah tahun, telah diluncurkan di Arizona, Amerika Serikat pada November 2009.
“Ini hanya film dokumenter layaknya film dokumenter yang lain. Film ini tidak bertujuan menyalahkan siapa-siapa, tapi hanya ingin mengumpulkan informasi,” kata Gary Hayes sang sutradara film berdurasi 47 menit itu.
Ide pembuatan “Mud Max”, seperti diakui oleh produser eksekutif Chris Fong, muncul pada tahun 2007 setelah dirinya menuntaskan laporan keuangan untuk sebuah bank terkait semburan lumpur di dekat ladang gas milik PT Lapindo Brantas.
“Saya membuat laporan itu selama 3 bulan, dan mencari tahu apakah semburan lumpur itu disebabkan oleh kesalahan manusia. Setelah laporan selesai, saya mulai tergerak untuk membuat film dokumenter yang akan kami jual sebagai film dokumenter,” kata Chris dalam sesi jumpa pers.
“Mud Max” dibuat dengan anggaran sekitar 60.000 dolar Amerika dan melibatkan beberapa peneliti dari Amerika dan Norwegia. Salah satu peneliti yang menjadi narasumber “Mud Max”, Adriano Mazzini dari Universitas Oslo (Norwegia), tampak mendominasi jalannya alur penjelasan dalam film tersebut.
“Mud Max” dibuat dengan anggaran sekitar 60.000 dolar Amerika dan melibatkan beberapa peneliti dari Amerika dan Norwegia. Salah satu peneliti yang menjadi narasumber “Mud Max”, Adriano Mazzini dari Universitas Oslo (Norwegia), tampak mendominasi jalannya alur penjelasan dalam film tersebut.
Adriano yang disebut-sebut banyak meneliti tentang gunung lumpur (mud volcano) menjelaskan bahwa lumpur yang menyembur di Porong, Sidoarjo, adalah lumpur dari perut bumi dan fenomena gunung lumpur adalah hal yang sangat lazim terjadi di negara-negara dengan banyak gunung berapi. “Lumpur keluar akibat tekanan yang sangat kuat dari permukaan bawah tanah,” ujarnya. Penjelasan yang panjang tentang spesifikasi lumpur membuat porsi penjelasan tentang mengapa lumpur menyembur sangat sedikit.
Sejak awal, “Mud Max” berusaha mengkait-kaitkan bencana gempa bumi di Yogyakarta, yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 dan diikuti dengan kembali aktifnya sejumlah gunung berapi (antara lain Gunung Semeru), dengan semburan lumpur di ladang Banjar Panji PT Lapindo Brantas.
Sejak awal, “Mud Max” berusaha mengkait-kaitkan bencana gempa bumi di Yogyakarta, yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 dan diikuti dengan kembali aktifnya sejumlah gunung berapi (antara lain Gunung Semeru), dengan semburan lumpur di ladang Banjar Panji PT Lapindo Brantas.
Beberapa insinyur PT Lapindo Brantas yang bekerja di ladang Banjar Panji, Sidoarjo, diwawancarai dalam film tersebut dan semuanya mengaku semua tindakan yang mereka lakukan di lokasi pengeboran gas sudah sesuai dengan standar prosedur meskipun beberapa ahli menyebutkan semburan lumpur terjadi akibat kelalaian PT Lapindo yang tidak menggunakan pelindung baja di bagian tertentu di sumur gas.
Porsi penjelasan korelasi antara aktivitas pengeboran dan peluapnya lumpur di Sidoarjo mayoritas dibahas oleh narator, dan sesekali peneliti dan praktisi pertambangan menyatakan keraguan mereka. Dalam sesi diskusi dengan panel peneliti, yang digelar setelah penayangan film, disimpulkan bahwa penyebab semburan lumpur belum jelas apa penyebabnya dan kapan lumpur akan berhenti meluap.
0 komentar:
TULISKAN KOMENTAR ANDA DISINI...
» Berkomentarlah dengan bahasa yang baik dan bijak dengan unsur membangun.
» Jangan menggunakan kata-kata kotor
» Jangan meniggalkan link aktif
Komentar yang melanggar ketentuan tidak akan kami tanggapi dan bahkan dihapus jika melampaui batas kewajaran
Dengan demikian atas kerjasamanya disampaikan terima kasih, Salam OnMedia !